Lagi Tentang Dunia Pendidikan Kita
Published at January 8, 2013, last updated September 12, 2020 by Dian Ariyanto
Dunia Pendidikan kita kembali mengundang perhatian publik dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai sekolah dengan RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional).
Masalah?
Apakah sekolah dengan RSBI bermasalah? Bukankah sekolah neger i(milik pemerintah) merupakan hak setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan yang layak?
Berbagai pertanyaan diatas, diantaranya, sering kita dengar. Tetapi mungkin kita melupakan, bahwa setiap manusia memiliki kemampuan berbeda-beda.
Diskriminatif? Tentu tidak. Karena pada dasarnya memang kemampuan manusia ‘Unik’ serta berbeda-beda. Dalam berbagai hal. Tentunya.
Untuk pendidikan, sangat dibutuhkan guna mengantarkan manusia tersebut menjadi sosokfigur yang berdaya guna.
Baik bagi manusia itu sendiri juga manusia lainya di lingkunganya dan pada akhirnya untuk negara dan bangsa.
Bukan ‘bentuk’ pemaksaan dari orang tua misalnya atau lingkungan sekitar yang sangat berperan dalam pembentukan pertumbuhan,perkembangan manusia itu sendiri.
Tentu saja kondisi tersebut bagi mereka yang memiliki kelebihan secara EQ dan IQ, belakangan SQ.
Sejak dini. Sudah selayaknya Negara memberikan perhatian khusus bagi mereka yang memiliki kelebihan dalam hal apapun termasuk seni serta budaya.
Hal tersebut dapat menjadi Motivasi bagi lingkungan, keluarga misalnya,juga sekitar serta dampak positif secara menyeluruh.
Apabila melihat berbagai kondisi keadaan tersebut, diantaranya faktor diatas, jelas tidak bermasalah bukan? Jawabanya ada dibenak kita masing-masing.
Pendidikan itu mutlak.Apapun. Khususnya Iman. Pendidikan, pemahaman mengenai agama termasuk didalamnya. Akan menjadi masalah apabila terjadi sistem yang menyatakan globalisasi dunia Pendidikan.
Dasarnya dimana? Serta apa landasanya? Bukan bagaimana, apa itu RSBI atau menelusuri RSBI itu sendiri.
Tetapi Globalisasi pendidikan tersebut yang seharusnya menjadi ‘sorotan’ bagi dunia Pendidikan di Indonesia secara menyeluruh.
Bukankah pendidikan itu mutlak dan untuk seluruh masyarakat INA?. Inilah kewajiban Negara untuk Pendidikan kita.
Apa ada UNPAD atau UI di luar negeri? Atau sebut misal, apa ada Harvard di Indonesia? Tingkat pendidikan setingkat universitas. Lalu dibawahnya? Bagaimana? Ada SD “Luar Negeri”, atau SMP, SMA “Luar Negeri”? Lalu, kemudian apa?
Banyak sekolah “asing” diluar JIS (Jakarta International School) yang tumbuh kembang di Republik ini. Diminati ‘pula’, bukan? Jadi?
Dudukkan atau tempatkan secara proporsional. Untuk keputusan MK, mari, tujuanya kemana? Bagaimana sekolah “Internasional” yang ada di Indonesi?
Apakah mereka anak,cucu,keponakan kita yang ‘tanpa pemaksaan’ siapapun yang memiliki kelebihan EQ,IQ,SQ atau apapun ‘sebutanya’ tidak dapat memiliki kesempatan ‘berpendidikan’ ‘Mumpuni’?
Mereka adalah anak INA(Indonesia),warga negara INA dan cucu,anak,keponakan kita. Buka hati,pikiran kita. Merekalah anak-anak INA kedepan. Bukankah demikian?.
Mungkin jawabannya kita kembalikan kepada diri kita sendiri. Termasuk Pemerintah Republik INA.
Untuk masa depan anak nusantara, yang harus disesuaikan, diubah.
Seluruh tingkat pendidikan adalah untuk seluruh masyarakat, bukan untuk masyarakat tertentu.
Pendidikan merupakan kebutuhan hidup masyarakat.
Harus dikaji kembali RSBI?. Diskriminasi?, atau apapun itu yang harus disadari adalah bahwa Pendidikan butuh Komitmen ‘Jelas’. Implementasi. Kesinambungan. Nilai ‘lebih’ untuk Generasi Penerus.
Jangan sampai pendidikan membuat kekhawatiran di masyarakat. Ini harus menjadi perhatian kita bersama
Perbandingan
Andai ingin membandingkan dengan negara lain, sebutlah misal Amerika Serikat. Di Negeri Paman Sam tersebut hingga kelas Dua Belas (12) tidak ada yang namanya ujian.
Siswa-Siswi diberikan kebebasan memilih mata pelajaran sesuai dengan bakat dan minat. Dengan konsultasi dengan pihak-pihak terkait. Apabila ingin perbandingan, laksanakan secara utuh tidak setengah-setengah.
Saat ini ke mana arah, tujuan, dan fungsinya? Ke mana mau dibawa? Apa Ini? Apa Itu?. Ujian ‘Padat’ bagi ‘mereka’ yang memiliki kemampuan lebih, maka sudah selayaknya mereka mendapatkan Pendidikan layak.
Tanpa harus keluar Negeri. Kenapa? Karena meraka adalah anak, keponakan, cucu kita. Tulen manusia Indonesia. Pendidikan merupakan investasi masa depan anak. Bukan barang dagangan.
Penyeragaman Kurikulum
Penyeragaman kurikulum nasional menjadi salah satu tolok ukur bagi kegiatan belajar mengajar serta dapat menjadi dasar pegangan bagi pendidik dan terdidik. Setelah itu baru bicara fungsi pengawasan.
Bagaimana bicara, bertindak apabila standar penyeragaman kurikulum saja masih apa ini? Apa itu? Termasuk menyiapkan bagaimana petunjuk pelaksanaanya? Apabila tidak setuju atau setuju RSBI.
Tetap, seharusnya ada pembedaan untuk manusia Indonesia berprestasi atau tidak. Untuk tumbuh kembang Mental serta perkembangan EQ dan IQ serta SQ. Atau apapun ‘sebutanya’.
Untuk Motivasi. Memberikan Motivasi positif untuk lingkungan, sekali lagi keluarga serta lingkungan sekitar. Misal, bagaimana seorang anak ‘tanpa paksaan’ tentunya. Dapat menjadi pelajar teladan, ikut ExKul (Extra Kulikuler) Cherleader ditambah prestasinya di Softball Indonesia?
Diatas adalah salah satu contoh salah satu siswi SMPN 12 Wijaya DKI Jakarta kelas 8 (dahulu kelas 2 SMP) yang bernama Chantique Milenissa Riyanto. Tanpa ‘pemaksaan’ apapun itu apa adanya beliau.
Semoga ini merupakan salah satu contoh. Peran Serta Pemerintah dimana?
Mungkin hanya salah satu contoh diatas yang kami ketahui. Masih banyak contoh prestasi dari mereka generasi muda INA yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. Itu karena keterbatasan penulis.
Peran Serta Pemerintah dan Orang Tua
Dus, Pemerintah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan sebagai lokomotif berperan penting dalam berbagai situasi kondisi di masyarakat berkaitan dengan dunia pendidikan kita.
Meskipun MK memutuskan. Apapun namanya RSBI atau RSIQ, RSSQ, atau apalah sebutanya. Kita butuh ‘Kompetisi’. Juga ‘Kompetensi’.
Atlet? Bukan hanya Atlet yang membutuhkan Kompetisi serta Kompetensi. Ada resiko. Termasuk didalamnya. Apapun,pemerintah harus memfasilitasi putra-putri terbaik Negeri ini. Termasuk kita semua harus berperan aktif demi anak-anak kita kedepan.
Apabila tidak maka menjadi tanggung jawab kita bersama khususnya terkait dengan Dunia Pendidikan. Mau bagaimana? Ada ke khususan bagi mereka yang ‘lebih’. Bukan, dan jangan dinilai dari materi semata.
Pendidikan merupakan kebutuhan dan investasi masa depan anak bangsa. Harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan Masyarakat.
Selain peran orang tua yang juga memperhatikan, mendidik anak-anaknya lebih baik lagi mutu pendidikan. Dari sarana dan prasarananya serta peran serta pendidik formal. Alangkah bijaknya menjadi perhatian khusus.
Peran orang tua dan Pemerintah bagi Pendidikan di luar jalur formal dan non formal. Apabila satu standar kurikulum dapat tercipta maka akan menjadi dasar pegangan pendidikan bagi pendidik formal dan non formal juga untuk terdidik. Murid. Termasuk mereka yang memiliki ‘kelebihan’ khusus.
Apabila Penyeragaman kurikulum nasional maka dapat membuka jalan berbagai upaya tersebut. Termasuk unsur didalamnya Kejujuran, keberanian berpendapat, beretika, dan lain sebagainya. Berbagai hal Positif. Harus ada data secara detail seperti apa serta bagaimana.
Sehingga, menjadi harapan kita bersama agar pendidikan kita bangkit menjadi lebih baik lagi ke depan. Jangan adalagi ‘penistaan’, ‘kesia-sia’ an Indonesia terhadap manusia terbaik yang kita miliki dalam Bidang apapun.
Dimulai dari Dunia Pendidikan
Untuk Chairil Anwar muda, BJ Habibie Muda, Mochtar Pabotigi Muda, Cut Nyak Dien Muda, P. Diponegoro Muda, Syahrir Muda, Ki Hajardewantoro Muda.
*Penulis adalah alumni Magister Hukum UNPAD Bandung
Yusuf Senopati Riyanto
[email protected]
02170609225